
“Aku nggak pernah ada planning buat sampai ke sini. Aku nggak pernah tau kalau sutradara bakal jadi profesiku.”
Menurut perempuan berumur 26 ini, cara terbaik untuk menemukan passion adalah dengan tidak takut untuk mencoba segala hal. Jika ditarik mundur ke belakang, Gian justru menemukan passion sebagai film director ketika kuliah di jurusan Fashion Business. “Tugas akhirku waktu kuliah dulu adalah bikin brand. Nah, kelompok-kelompok lain tuh fokus di baju dan desain. Urusan video dan foto untuk campaign-nya sewa orang. Kalau aku ngerjain semuanya sendiri. Aku kulik sendiri, ‘Oh, cara ngedit video tuh begini,’ dan kebetulan memang suka fotografi.”
Semenjak itu, ia mulai tertarik dengan moving picture. Gian mulai sering menawarkan bantuan mengedit video kepada teman-temannya. Setelah menguasai teknis-teknis dalam video, ia pun menemukan bahwa dirinya lebih suka directing. “Yang pertama kali encourage aku untuk bikin film adalah Angga Sasongko (sutradara). Saat itu, aku bantuin dia bikin behind the scene film Filosofi Kopi. Dari situ, dia bilang, ‘Lo harus buat film,’. Akhirnya aku bikin film Julian Day bareng Elephant Kind.
“Nggak bisa ada kata ‘takut’. Kalau takut coba ini-itu, kita nggak akan ketemu passion kita dimana.”
Tanpa disangka, kini ia semakin mantap di jalannya sebagai sutradara. Dari luar, perjalanannya terkesan ‘smooth sailing’, tapi siapa sangka, ia pun telah melalui proses yang panjang. “I don’t believe in quarter life crisis. It’s just human-made. It’s just a mindset. Aku lebih percaya tentang ‘pencarian jati diri’. Waktu umur 23, aku mulai bertanya-tanya jalan mana yang bakal aku ambil. Tapi karena, Alhamdulillah, aku sudah tahu apa yang aku mau sejak kecil, jadi lebih gampang untuk mulai dari mana. Tapi aku sempat mencoba semuanya. Nggak bisa ada kata ‘takut’. Kalau takut coba ini-itu, kita nggak akan ketemu passion kita dimana.”
Bagi Gian, film adalah media paling sempurna yang menggabungkan hal-hal yang ia sukai; musik, fashion, art, arsitektur, interior, dan lain-lain. “Orang-orang sering bertanya, ‘Gimana sih caranya jadi sutradara?’. Sebenarnya semua orang bisa jadi sutradara. In my case, aku jadi sutradara karena aku memang ada background teknis—yang sebenarnya bisa dipelajari. Tapi menurutku, untuk punya ide atau gagasan, semua orang bisa.” Menurutnya, menjadi sutradara hanya tentang prinsip yang kuat dan tujuan yang jelas.
“Gimana ide kamu, yang berasal dari 1 kepala itu, bisa dikerjakan oleh 50 orang yang berbeda-beda karakternya.”
Lantas, bagaimana tantangan menjadi sutradara perempuan? “Sebagai sutradara, kita dituntut untuk punya mental yang kuat. Kita harus jadi jembatan antara kru dan klien. Kru kan attitude-nya macam-macam, gimana caranya kita bisa mengerti dan menggunakan bahasa mereka tanpa ada gap, untuk disampaikan ke klien. Tantangannya lebih ke komunikasi; gimana ide kamu, yang berasal dari 1 kepala itu, bisa dikerjakan oleh 50 orang yang berbeda-beda karakternya. Bagaimana bisa menyatukan energi,” tuturnya.
Kemampuan berkomunikasi yang baik juga merupakan perubahan paling besar yang Gian rasakan setelah menjalani profesinya sebagai sutradara. Tanpa malu ia menceritakan seringnya ia gemetaran tiap harus maju ke depan atau naik ke atas panggung, “Aku tuh pemalu banget! Ngomong di depan umum nggak bisa. Nggak pernah mau mengutarakan pendapat, lebih sering berkompromi,” katanya. Sekarang, sebagai director mau tidak mau ia ditempatkan sebagai pemimpin yang dihadapkan dengan banyak pihak. “Aku dituntut untuk punya gagasan yang kuat dan bisa meyakini kru dan klien tentang ideku. Satu-satunya cara supaya itu bisa tercapai ya dengan berani berkomunikasi. Kuncinya hanya satu; harus paham betul apa yang kita utarakan.”
“Aku nggak mau jadi perempuan yang merasa bisa semuanya; yang merasa superior dibanding pasangannya.”
Sebagai sutradara yang mana adalah pemimpin di lapangan, Gian justru punya perspektif berbeda dalam segi hubungan atau relasi dengan lawan jenis. “Aku nggak mau jadi perempuan yang merasa bisa semuanya; yang merasa superior dibanding pasangannya. Mau sehebat apapun seorang perempuan, kalau dia tidak bisa menghargai laki-laki atau pasangannya, dia belum jadi perempuan yang utuh.” Gian berharap perempuan bisa lebih mengenal dirinya masing-masing agar tidak lupa akan tujuan dan kodratnya sebagai perempuan.
Terakhir, ketika ditanya apa tujuan akhirnya dalam berkarier, dengan yakin Gian menjawab, “Kita bikin campaign, film, atau apapun, supaya kita merasa berguna buat masyarakat. Itu dia; aku pengen berguna buat orang banyak lewat karya-karyaku. Yang lainnya adalah bonus.”
—
Gianni is wearing Damar top and Kenari pants.
Earrings: @__rumme
Shoes: @madebyesme
Location: @fj.grill Lippo Mall Kemang, Jakarta
Comments (0)
Leave a reply
You must be logged in to post a comment.